Posted in DAY6

Hello – Prolog – 02


Toronto, Kanada, 09:12 AM

“Brian, stop!” wanita dengan rambut panjang berwarna pirang itu berlari dan menarik lengan laki-laki yang berada di depannya, memutar tubuh tegap itu menghadapnya. “Kau tak bisa melakukan ini padaku!” ungkapnya dengan nada tersengal akibat nafasnya yang tak teratur.

Laki-laki itu melirik sekilas dengan senyum sinis yang ia suguhkan, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia kemudian menarik keras tangannya dan kembali melangkah meninggalkan wanita tersebut yang masih terengah, mencoba menetralkan nafasnya.

“Berhenti!” wanita itu berteriak, selantang yang ia bisa, berharap sosok tersebut mendengarkannya. Namun laki-laki yang ia panggil Brian tersebut sama sekali tak berniat menghentikan langkahnya. Ia terus berjalan dengan tangan kanannya yang memperbaiki posisi tas gitarnya yang menggantung di pundak kanannya.

“Hei sialan! Ku bilang berhenti!”

Laki-laki itu memutar tubuhnya dan kembali menyuguhkan senyuman sinis di wajahnya ditemani oleh jari tengah yang ia tujukan pada sang wanita dan kemudian kembali berjalan meninggalkannya setelah ia mengangkat wajahnya, caranya menunjuk lelaki yang berada di belakang wanita tersebut yang membuat wanita itu menoleh dan mendapati lelakinya yang lain tengah berdiri di sana dengan diamnya.

Hingga akhirnya tak ada apapun yang bisa wanita itu lakukan selain membiarkan Brian semakin jauh melangkah meninggalkannya dengan ia yang juga melangkah pergi meninggalkan ‘kekasihnya’ yang berusaha menahannya.

“Sialan!” umpatnya seraya menghempaskan tangannya dari genggaman lelaki yang masih berusaha mengejarnya.

– isfa_id –

Bandara Internasional Pearson Toronto

Laki-laki itu berjalan memasuki terminal keberangkatan dengan tiket dan passport yang berada di tangan kirinya. Sesekali ia mengetuk-ngetuk besi pembatas dengan buku kecil tersebut demi mengisi kekosongan waktunya selama ia menunggu giliran.

Gitar listrik yang terbungkus tas berwarna hitam itu setia menggantung di bahu kanannya dengan ditemani buku yang ada di genggamannya. Bola matanya tak henti berputar, memperhatikan hiruk pikuk yang terjadi di sekitarnya, hingga akhirnya tiba gilirannya berdiri di hadapan seseorang yang tengah mengenakan seragam serba putih itu.

Ia suguhkan sebuah senyuman pada petugas pemeriksaan yang tengah mengecek kelengkapan datanya dan bergegas memasuki pintu terminal setelah petugas tersebut mempersilahkan dengan memastikan ia yang telah memesan seat tambahan untuk gitarnya.

Sesaat ia membalik tubuhnya, memandang gerombolan orang-orang yang memenuhi bandara.

Dilihatnya banyak ekspresi di sana. Ada yang tampak sedih mengantar kepergian seseorang yang amat mereka cintai. Bahkan ia dapat mendengar suara tangisan anak kecil yang sedari tadi tak kunjung berhenti karena harus membiarkan sang ayah pergi demi tugas negaranya. Namun ada juga yang tampak bahagia, karena mereka yakin orang-orang yang mereka cintai itu akan segera kembali dengan membawa banyak cerita menarik nantinya yang akan mereka dengarkan tanpa bosannya.

Senyuman itupun kembali menghiasi wajahnya yang tampak sendu meski sedari tadi ia berusaha agar kesedihan itu tak nampak di sana.

Ditatapnya lambaian-lambaian tangan yang menghantar kepergian dari orang-orang terkasih mereka, namun tak ada lambaian tangan yang tertuju padanya. Ia sendiri dan ia harus menerima itu.

Terbayang di ingatannya wajah cantik yang tengah tersenyum lebar seraya memandang ‘wajah bantalnya’ yang baru saja terbangun setelah tidur panjang karena projek musik yang tengah ia garap. Bahkan iapun masih dapat merasakan lembutnya bibir pink yang menyentuh pipi putihnya saat ia memejamkan matanya.

Senyum itu kini memudar dengan ia yang kembali melangkahkan kakinya, menjauh, meninggalkan semua kenangan manis yang tak mungkin ia bawa. Biarkan saja rasa sakit hatinya menemani ia dalam perjalanannya. Biarkan pahitnya patah hati itu menggelayuti hari-harinya. Agar nanti saat hari yang berat itu perlahan tergantikan dengan kebahagiaan, maka ia dapat tertawa lepas dengan semua kegembiraan.

“Selamat tinggal.” lirihnya, meninggalkan semua kenangan di negara yang akan segera ia tinggalkan.

Semoga tawa itu segera hadir, memenuhi tiap-tiap harinya. Dengan suara petikan gitar yang akan membawa suasana ramai akan kebahagiaan.

Semoga.

T.B.C

Leave a comment